Beranda | Artikel
Mengapa di Kota Madinah Tidak Ada Maulid Nabi? – Syaikh Abdurrazzaq al-Badr #NasehatUlama
Senin, 2 Desember 2024

Seseorang yang sedang mengunjungi negeri yang diberkahi ini menemui saya dan berkata dengan terheran-heran di hari-hari ini, di hari-hari peringatan Maulid Nabi ʿalaihiṣ ṣalātu was salām.

Dia berkata, “Aku heran, kenapa aku tidak melihat adanya tanda-tanda perayaan maulid di Madinah.” Dia melanjutkan, “Padahal Madinah adalah kota yang paling berhak merayakan Maulid Nabi ʿalaihiṣ ṣalātu was salām.” Dia bertanya-tanya, “Apa alasannya?”

Maka aku katakan kepadanya, “Jika engkau mengetahui alasannya, tentu keherananmu akan hilang dari hatimu.” “Alasannya hanya satu.” Dia bertanya, “Apa itu?” Aku katakan, “Karena mereka mencintai Nabi ʿalaihiṣ ṣalātu was salām. Karena itulah mereka tidak merayakan Maulid Nabi.”

Dia berkata, “Aneh sekali!” Saya berkata, “Ya! Kecintaan yang sejati kepada Nabi ʿalaihiṣ ṣalātu was salām tidaklah dimanifestasikan dengan acara-acara bid’ah yang diada-adakan dalam agama Allah.

Namun, tanda cinta yang hakiki kepada Nabi ʿalaihiṣ ṣalātu was salām adalah dengan mengikuti beliau (ittibāʿ).”

Aku katakan, “Jika engkau ingin bukti dan dalil akan hal tersebut, adakah kecintaan yang lebih tulus kepada Nabi ʿalaihiṣ ṣalātu was salām daripada kecintaan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan para Sahabat lainnya, bahkan para Tabiin (dan Tābiʿut Tabiin) yang mengikuti mereka dengan baik?”

Aku katakan, “Apakah engkau tahu ada cinta yang lebih tulus melebihi cinta mereka kepada Nabi ʿalaihiṣ ṣalātu was salām?” Dia jawab, “Tidak ada.”

Aku katakan, “Para Sahabat semuanya tidak merayakannya, demikian pula seluruh Tabiin. Perayaan-perayaan ini baru muncul di tengah umat ini pada abad ketiga.

Tidak mungkin dikatakan bahwa ini adalah kebaikan yang disimpan oleh Allah Subẖānahu wa Taʿālā untuk orang-orang yang hidup di abad-abad belakangan, yang tidak didapat oleh para Sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Yang benar, bahwa ini adalah keburukan yang Allah jauhkan dari para Sahabat. Allah menjaga dan menyelamatkan mereka dari melakukannya. Namun ini menjadi ujian bagi orang-orang yang datang setelah mereka. Jika memang itu kebaikan, tentu mereka telah mendahului kita melakukannya, karena merekalah yang terdepan dalam setiap kebaikan.”

====

قَبَلَنِي أَحَدُ الزُّوَّارِ لِهَذِهِ الْبِلَادِ الْمُبَارَكَةِ وَقَالَ مُتَعَجِّبًا فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ هِيَ أَيَّامُ مَوْلِدِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

يَقُولُ: أَنَا أَتَعَجَّبُ لَا أَرَى أَيَّ مَظْهَرٍ مِنْ مَظَاهِرِ الْاِحْتِفَالِ بِالْمَوْلِدِ فِي الْمَدِينَةِ مَعَ أَنَّ الْمَدِينَةَ، يَقُولُ: أَوْلَى الْبُلْدَانِ الْبُلْدَانِ الدُّنْيَا بِالْاِحْتِفَالِ بِمَوْلِدِهِ مَوْلِدِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَيَتَسَاءَلُ مَا السَّبَبُ

قُلْتُ لَهُ: لَوْ أَنَّكَ عَرَفْتَ السَّبَبَ لَزَالَ عَنْ قَلْبِكَ الْعَجَبُ السَّبَبُ وَاحِدٌ قَالَ: مَا هُوَ؟ قُلْتُ: لِأَنَّهُمْ يُحِبُّونَ النَّبِيَّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَلِأَجْلِ هَذَا لَا يَحْتَفِلُونَ بِالْمَوْلِدِ

قَالَ: عَجَبٌ قُلْتُ: نَعَمْ. قُلْتُ: الْمَحَبَّةُ الصَّادِقَةُ لِلنَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ لَا تَكُونُ بِالْمَظَاهِرِ الْمُبْتَدَعَةِ الْمُحْدَثَةِ فِي دِيْنِ اللهِ

وَإِنَّمَا الْمَظَاهِرُ الْحَقِيقِيَّةُ لِمَحَبَّةِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ هِيَ اتِّبَاعُهُ

قُلْتُ لَهُ: وَإِنْ أَرَدْتَ شَاهِدًا وَدَلِيلًا عَلَى هَذَا الْأَمْرِ هَلْ تَعْلَمُ أَصْدَقَ مَحَبَّةً لِلنَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مِنْ مَحَبَّةِ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَسَائِرِ الصَّحَابَةِ بَلْ وَمَنِ اتَّبَعَهُمْ بِإِحْسَانٍ؟

قُلْتُ: هَلْ تَعْرِفُ أَصْدَقَ مَحَبَّةً مِنْ مَحَبَّةِ هَؤُلَاءِ لِلنَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ؟ قَالَ: لَا

قُلْتُ: الصَّحَابَةُ كُلُّهُمْ مَا احْتَفَلُوا وَالتَّابِعُونَ كُلُّهُمْ مَا احْتَفَلُوا وَهَذِهِ الْاِحْتِفَالَاتُ لَمْ تَحْدُثْ فِي الْأُمَّةِ إِلَّا فِي الْقَرْنِ الثَّالِثِ

وَلَا يُمْكِنُ أَنْ يُقَالَ إِنَّ هَذَا الخَيْرَ ادَّخَرَهُ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِمَنْ جَاءَ فِي هَذِهِ الْقُرُونِ الْمُتَأَخِّرَةِ وَحَرَمَ مِنْهُ الصَّحَابَةَ وَمَنِ اتَّبَعَهُمْ بِإِحْسَانٍ

بَلِ الْحَقُّ أَنَّهُ شَرٌّ وَقَى اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الصَّحَابَةَ مِنهُ وَعَافَاهُمْ وَسَلَّمَهُمْ مِنَ الْوُقُوعِ فِيهِ وَابْتَلَى بِهِ مَنْ جَاءَ بَعْدَهُمْ وَإِلَّا لَوْ كَانَ خَيْرًا لَسَبَقُونَا إِلَيْهِ إِذْ هُمُ السَّبَّاقُونَ لِكُلِّ خَيْرٍ


Artikel asli: https://nasehat.net/mengapa-di-kota-madinah-tidak-ada-maulid-nabi-syaikh-abdurrazzaq-al-badr-nasehatulama/